Rabu, 15 Juli 2020

Memahami Perbedaan Karakter Laki-Laki dan Perempuan

Salah satu resep rumah tangga yang langgeng dan bahagia adalah saling memahami pribadi masing-masing. Mengetahui karakter antara pria dan wanita itu penting. Meskipun setiap orang pasti akan punya karakter khas masing-masing. Tanpa memahami kepribadian pasangan, maka yang sering terjadi adalah kesalahpahaman, yang bisa berujung pada ketidakharmonisan hubungan dan memicu pertengkaran.

Pada dasarnya Allah ciptakan pria dan wanita itu memang berbeda untuk saling melengkapi. Meskipun tak jarang adanya perbedaan-perbedaan ini  karena sifat dasarnya yang memang bertolak belakang. Tujuan mengetahui perbedaan pria dan wanita adalah supaya bisa saling memaklumi.  Jadi semacam sunatullah bahwa di dunia ini akan selalu ada persamaan dan perbedaan. Sains telah membuktikan bahwa pria dan wanita mempunyai beberapa perbedaan biologis dan genetik yang cukup signifikan.

Dari beberapa artikel yang saya baca, memang ada beberapa perbedaan mendasar antara pria dan wanita, seperti berikut ini.


Cara Pandang yang Berbeda

Pada dasarnya pria dan wanita memiliki cara pandang yang berbeda. Wanita selalu lebih cepat berekspresi atas sebuah kejadian, dengan menangis, sedih, marah, kecewa, atau senang. Sedangkan pria lebih senang mencari solusi atas sebuah kejadian. Pria lebih suka membicarakan kejadian, sedangkan wanita lebih senang membicarakan siapa saja yang terlibat dalam kejadian tersebut. Pria biasanya tidak suka bercerita masalah-masalah pribadi.

Dalam memutuskan sesuatu pun, pria lebih mengutamakan rasio, sementara wanita biasanya lebih mendahulukan perasaannya. Allah memang sudah mentakdirkannya seperti itu. 

Tempat Menyimpan Lemak Berbeda

Wanita mempunyai tulang lebih besar dan lebar. Lemak pada wanita terletak di bagian punggung, sedangkan laki-laki di bagian perut.

Wanita Lebih Cerewet

Saat marah, perempuan lebih sering mengungkapkannya dengan cara mengomel. Kalau pria lebih memilih diam. Ketika sedang tertekan, wanita cenderung mengeluh dan mengomel sepanjang waktu untuk sekedar mengeluarkan tekanan dalam pikirannya. Namun, sebaliknya ketika pria sedang buntu pikirannya, mereka lebih suka diam menyendiri. Tak perlu berpikiran buruk, berikan saja waktu baginya untuk menenangkan diri.

Wanita Bisa Multitasking

Sebagaimana yang saya alami sendiri selama berumah tangga 22 tahun. Meskipun enggak terlalu terampil amat dalam mengatur rumah tangga, saya bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu. Misalnya, sambil mengasuh anak bisa sambil mencuci baju (pakai mesin cuci), menyapu lantai, menggoreng, dan yang lainnya. 

Kalau saya perhatikan, suami saya tak bisa mengerjakan seperti itu dalam satu waktu sekaligus. Awalnya sih saya pikir karena memang dia enggak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi setelah beberapa kali mendengar cerita yang sama dari teman-teman, ternyata memang begitu adanya. Perempuan diciptakan Allah multitasking. Ternyata memang otak pria hanya bisa fokus ke satu hal. Sedangkan koneksi-koneksi saraf pada otak wanita, membuatnya dapat melakukan banyak hal sekaligus pada waktu yang sama. 

Multitasking adalah dapat mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu sekaligus. Sedangkan pria mengerjakan setiap pekerjaan mereka satu persatu.

Laki-Laki Cenderung Egois 


Kalau saya perhatikan dan beberapa kali ngobrol dengan teman-teman perempuan, laki-laki itu kok cenderung egois dan mau menang sendiri ya? Saya bilang 'cenderung' ya, karena banyak juga orang yang punya kecenderungan negatif, tapi bisa meminimalisirnya. 

Pasti demikian juga dengan makhluk yang namanya perempuan, ada beberapa potensi negatifnya, tapi sebagian orang ada yang bisa memanage-nya dengan baik. 

Menurut saya, kecenderungan-kecenderungan negatif yang memang sudah bawaan dari sono-nya, bisa dimanage dengan baik ya, sehingga tidak menimbulkan banyak konflik dan saling memahami.  






Selasa, 14 Juli 2020

Ketika Jodoh Tak Kunjung Datang

Menikah adalah impian setiap orang, baik pria maupun wanita. Namun adakalanya Allah menguji hamba-Nya dengan datangnya jodoh yang tak pasti. Hingga terkadang membuat sebagian orang berputus asa dalam menanti datangnya sang pendamping hidup. Kegalauan tentang jodoh yang tak kunjung tiba, biasanya melanda para wanita. 

Apalagi masih ada sebagian masyarakat yang terkadang agak nyinyir, dengan melabeli perempuan yang terlambat menikah dengan istilah perawan tua, jomblo ngenes, enggak laku, dan istilah-istilah lainnya, yang kurang nyaman didengar. Sehingga, membuat para perempuan yang diuji dengan kondisi seperti ini terkadang menjadi 'baper' duluan. 

Sebagaimana kematian, rezeki, dan ajal, yang tidak diketahui oleh manusia, jodoh pun merupakan rahasia Allah. Tidak ada yang bisa memprediksi kapan datangnya, berjodoh dengan siapa, dan lain sebagainya.  Jodoh termasuk hal yang gaib, hanya Allah yang tahu. 


Lalu, apa sih yang sebaiknya dilakukan jika jodoh ternyata tak segera datang?

1. Bersabar

Ingatlah kata-kata ini, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam QS Al Baqarah, ayat 153: “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Dan ada juga sebuah hadits yang sangat bagus untuk direnungkan isinya. “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999).

Jadi, bersabar terhadap apa yang Allah takdirkan, itulah sikap yang terbaik. Ditolak saat melamar atau ada peristiwa yang membuat batal menikah, itu semua adalah takdir Allah. Pasti mungkin ada perasaan kecewa, sedih, atau marah. Pikiran yang bisa membuat hati kita ikhlas adalah keyakinan bahwa itu bukan jodoh saya. Itu pasti bukan yang terbaik untuk saya. Walaupun mungkin hikmahnya baru terasa beberapa tahun kemudian. 

Tetaplah berperasangka baik kepada Allah. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik pula menurut Allah. Begitu pula sebaliknya, apa yang menurut kita buruk, mungkin itu yang baik menurut Allah. Allah mempunyai cara tersendiri dalaam menyayangi hamnba-Nya. Bisa jadi Allah ingin kita mendapatkan orang yang betu-betul baik ibadahnya, sehingga diminta untuk bersabar sampai tiba saatnya.

2. Banyak Berdoa

Jangan lupa berdoa, terutama di waktu-waktu yang mustajabah. Allah akan kabulkan doa-doa hamba-Nya yang memang bersungguh-sungguh untuk meminta. Sebagaimana firman-Nya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah : 186)

Selalu berdoalah agar segera dipertemukan dengan jodoh yang baik, yang membuat ibadah kita kepada Allah semakin meningkat. Calon pasangan hidup yang selalu mengajak kita untuk selalu dalam kebaikan dan setia mengingatkan jika lalai. 

3. Isi Dengan Kegiatan Positif

Daripada menghabiskan waktu dengan kegalauan yang tiada guna, lebih baik manfaatkan waktu yang ada saat ini dengan kegiatan positif. Seperti berolahraga, pengajian, ataupun bergabung dengan komunitas positif lainnya. Dengan menyibukkan diri berkegiatan yang positif, insya Allah pikiran akan selalu positif dan optimis dalam menatap masa depan.

Barangkali juga Allah ingin agar kita lebih khusyu lagi dalam beribada kepada Allah. Atau mungkin juga masih banyak orang yang membutuhkan perhatian kita, sehinnga Allah tunda datangnya jodoh sampai waktu yang tepat.

4. Memantaskan Diri

Ingat sebuah firman Allah Ta'ala yang artinya: ”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).” QS. An-Nur: 26

Yakinlah bahwa Allah akan memberikan jodoh yang sesuai dengan kepasitas diri hamba-Nya. Untuk itu, teruslah memperbaiki dan memantaskan diri, agar Allah memberikan jodoh yang pantas. Sibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan pada Allah. Buang keresahan-keresahan yang mengganggu pikiran dan membuat tidak produktif.  

5. Jangan Pedulikan Omongan Orang

Terlalu mendengarkan omongan orang yang kadang kurang pantas akan menghabiskan energi. Lebih baik tutup telinga dan sibukkan dengan meningkatkan kualitas diri, serta tak lupa selalu berpikiran positif. Orang lain yang tidak mengenal kita dengan baik terkadang memang selalu begitu. Terlalu mengurusi kehidupan orang lain, terlalu ikut campur dengan urusan orang.

Mungkin yang paling berat menghadapi pertanyaan keluarga besar, ya? Untuk itu siapkan mental saja, jangan dimasukkan hati. Anggap saja bahwa itu merupakan bentuk perhatian mereka pada kita. Jadi tetap tenang "keep calm and smile" kata orang zaman sekarang. Tak perlu marah dan kecewa karena jodoh tak kunjung datang. Pernah dengar istilah bahwa jodoh tak akan ke mana? Begitulah, kalau sudah jodoh akan selalu ada jalan untuk bertemu. Tugas kita hanya memantaskan diri agar Allah memberi jodoh yang terbaik.

Itulah 5 hal yang bisa dilakukan ketika Allah beri ujian dengan jodoh yang tak kunjung tiba. Yakinlah bahwa Allah tahu yang terbaik buat hamba-Nya. Ada baiknya kita melihat penderitaan saudara kita yang mungkin lebih parah, agar hati tetap selalu optimis. Sebenarnya nikmat Allah yang sudah kita terima lebih besar jika dibandingkan dengan rasa gundah karena belum datangnya jodoh.

Ingat sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam: "Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang di atas kalian. Maka itu lebih layak untuk kalian agar tidak memandang hina nikmat yang telah Allah anugerahkan." (HR. Muslim)

Meski jodoh itu ada di tangan Allah, namun untuk mendapatkannya juga bukanlah tanpa usaha. Allah belum menampakkan jodoh kita, mungkin Allah melihat kita belum pantas untuk berumah tangga. Entah karena kurangnya ilmu yang kita miliki, bekal agam yang masih minim. Untuk itu, jangan bosan untuk selalu belajar. Persiapkan banyak bekal untuk membangun rumah tangga. Bekal dan ilmu untuk menjadi seorang istri, menjadi seorang menantu, menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Jadi, tak ada gunanya berputus asa, bukan? Tetap semangat memandang masa depan!

Bogor, 14 Juli 2020


Foto: Shutterstock

Jangan Takut Menikah

Menikah adalah fase kehidupan yang dianggap sangat sakral dan bukan sekedar bermain peran.  Menikah itu erat kaitannya dengan masa depan, dunia dan akhirat.  Menyangkut masa depan anak-anak kelak dan hubungan dua keluarga.  Namun, sebuah pernikahan memiliki arti yang lebih mendalam daripada itu.

Jadi memang harus serius saat mempersiapkannya. Dimulai memilih calon suami atau istri. Kalau istilah zaman sekarang, menikah itu bukan kaleng-kaleng. Menikah bukan ajang perlombaan. Jangan menikah karena takut disebut 'gak laku'. Atau jangan menikah karena tuntutan lingkungan. 

Menikah adalah topik yang selalu menarik untuk dibahas, tak akan ada habisnya. Berikut ini adalah serba-serbi menikah:

Menikah itu indah, kalau

- Suami dan istri saling pengertian
Salah satu tips pernikahan yang bahagia adalah adanya pengertian antara suami dan istri serta saling memahami. 

- Suami dan istri mau saling membantu
Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam  pun sehari-hari tak segan membantu istrinya. Membantu istri tak akan menurunkan martabat seorang suami menurut saya. Untuk orang lain saja kita dianjurkan untuk salin tolong menolong. Tentu demikian juga harusnya dengan pasangan kita sendiri, kan?
  
- Suami dan istri saling melengkapi
Tak ada manusia yang sempurna. Menjadi sepasang suami istri berarti harus siap untuk saling melengkapi. Setiap orang diciptakan punya karakter unik. Imbasnya pasti setiap keluarga itu punya keunikan masing-masing. Tak ada yang sama.

Bagi kita yang tidak menganut budaya pacaran sebelum menikah, karakter atau kepribadian calon pasangan bisa didapat dari info sahabat atau keluarga dekatnya. Namun, jika kekurangannya baru kita ketahui setelah menikah dan masih bisa ditolerir, ya sama-sama saling memahami saja. Toh, pasti masih banyak kelebihan si dia. Jangan fokus pada kekurangannya. 

"Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak menyukai salah satu akhlaknya, hendaklah ia menyenangi akhlaknya yang lain." (HR. Muslim)

 Jangan takut menikah,  karena

- Menikah itu ibadah
Tujuan utama pernikahan adalah menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Namun ada yang lebih penting dari itu, yaitu menjalankan sunah Rasul dan mengamalkan sunahnya adalah termasuk ibadah kepada Allah.

"Nikah itu adalah sunah-ku. Barangsiapa membenci sunahku, bukanlah bagian dari kami." (HR. Bukhari Muslim)

Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan itu besarsekali. Allah menyebutnya sebagai ikatan yang kuat " mitsaqan ghaliidha", dalam surat An Nisa: 21.

" ... Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." (QS. An Nisa: 21)


- Menikah itu adalah tuntutan naluri manusia yang asasi
Bagi yang sudah mampu menikah, dianjurkan untuk segera menikah karena menikah merupakan fitrah dan tuntutan naluri manusia. Naluri manusia itu dipenuhi oleh hawa nafsu, salah satunya rasa tertarik kepada lawan jenis. Untuk itu, menikah adalah solusi yang benar.

Jika naluri dan fitrah ini tidak tersalurkan dengan benar, akan terjadi banyak kemaksiatan. Seperti, pacaran, perzinaan, kumpul kepo, dan uyang semisalnya. Jadi, agama Islam memberikan petunjuk yang benar dengan mendorong untuk segera menikah bagi yang sudah mampu.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Wahai para pemuda! Barangsiapa dianatar kalian berkemampuan untuk nikah, maka menikahlah. Karena meikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya." (HR. Bukhari Muslim)

- Menikah itu menyempurnakan agama

Menikah itu sebanding dengan separuh agama, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam: "Barangsiapa yang menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaknya ia bertakawa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." (HR. Ath Thabrani. Hasan)

- Menikah itu adalah sebuah kebahagiaan

Islam melarang hidup membujang dan tidak ingin menikah. Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata: "Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras.

Menikah untuk mencapai sebuah kebahagiaan. Meskipun ada juga yang harus mengalami pernikahan yang pahit. Akan tetapi, pada dasarnya menikah itu untuk bahagia dan sebenarnya tak ada juga, orang yang menginginkan adanya perpisahan. 

Menikahlah:

- Jika Kamu yakin bahwa bersamanya, akan jadi lebih baik
Tak hanya dalam sebuah persahabatan, terdapat kaidah umum "Pilihlah teman dan lingkungan yang baik", dalam pernikahan pun berlaku aturan demikian. Pilihlah calon pasangan yang bisa membawamu ke arah yang lebih baik. Atu kata-kata indahnya adalah "Pilihlah seseorang yang mampu membuatmu merasakan bahwa surga Allah amat dekat."

Dalam memilih sahabat, Islam menggambarkannya dengan seorang pandai besi dan penjual minyak wangi. 

"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari Muslim)

Ibaratnya, dalam memilih sahabat atau teman saja tak bisa sembarangan. Apalagi dalam memilih calon pendamping hidup, kan ya? Harus lebih hati-hati laki karena kita akan seumur hidup bersamanya. Baik dan buruknya pasangan kita, pasti akan berimbas pada kita juga.

Seorang pendamping hidup yang baik, pasti akan selalu mengingatkan tentang kebaikan-kebaikan dan tidak akan membiarkan kita dalam kejelekan. Bersama-sama untuk berubah ke arah yang lebih baik. Membawa pengaruh yang positif dalam hidup kita.

- Jika Kamu yakin dia akan menjadi imam yang baik
Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.

"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala negara) adalah peimpin manusia secara umum, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapan yang dipimpinnya." (HR. Bukhari Muslim)

Jika Kamu yakin bahwa si dia akan bisa membimbingmu menjadi pribadi yang lebih baik lagi atau bisa menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya kelak, maka menikahlah. Salah satu hak anak adalah memilihkan orang tua yang baik baginya.

- Meski Kamu belum mapan
Menikah tak harus menunggu mapan dan kaya. Mungkin ada yang ragu akan menikah karena merasa belum mapan atau karena khawatir tak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. 
Di beberapa tulisan dikatakan "Menikahlah saat Kamu belum mapan. Supaya tahu rasanya berjuang. Supaya anak-anakmu tahu
Faktor ekonomi memang penting di masa depan. Namun faktanya, tak banyak laki-laki yang sudah mapan di usia muda. Yang penting calon pendampingmu punya kriteria yang bisa diandalkan, yaitu smart, pekerja keras, dan gigih. Tak perlu ragu menikah dengannya. Menikah itu akan membuka pintu rezeki, sesuai janji Allah.  

"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengamn karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (An Nuur: 32)

"Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah, yaitu mujahid fi sabilillah, budaak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menikah karena ingin  memelihara kehormatannya." (HR. Ahmad. Hasan)

Banyak bukti bahwa setelah menikah menjadi lebih sukses, kan? Yang penting, seorang suami harus mempunyai tekad untuk sanggup memberi nafkah dan terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, menikah tak harus menunggu mapan, yang penting Kamu sudah mempunyai pekerjaan dan mau berusaha.

Bogor, 14 Juli 2020



Sabtu, 11 Juli 2020

Menikah Itu Sebuah Perjuangan, Butuh Kesabaran Lebih

Foto: www.madjongke.com



Ada yang bilang bahwa menikah itu indahnya cuma 10%, sisanya adalah perjuangan.  Betul banget, menikah adalah awal dari sebuah perjuangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti perjuangan adalah usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.

Nah, menikah mungkin seperti itulah gambarannya. Untuk mencapai kebahagiaan butuh perjuangan dan usaha yang keras, tak bisa leha-leha. Setiap tahapnya akan selalu ada onak dan duri. Namun, bukan berarti seluruh hambatan itu tak bisa dilalui, ya. Toh, nyatanya banyak juga pernikahan yang langgeng dan bahagia. Meskipun di media banyak diwarnai dengan berita perceraian para artis atau orang terkenal.

Saat ada yang menikah, ucapan yang disampaikan adalah "Selamat Menempuh Hidup Baru". Kalau dicek dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ucapan "Selamat Menempuh Hidup Baru" ini diartikan "Mudah-mudahan berbahagia dalam pernikahan yang dilangsungkan." Sebuah doa yang indah.

Dalam tuntunan Islam, ada doa khusus untuk mendoakan sepasang pengantin:

Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khairin. 

"Semoga Allah memberkahimu di waktu bahagia dan memberkahimu di waktu susah, serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan." (HR. Abu Dawud)

Ya, sebagaimana sebuah kehidupan,  ada saat bahagia dan ada saat sedih, demikian juga sebuah pernikahan. Ada bahagia, ada tawa, ada canda, ada sedih, dan ada pula air mata. Bagi yang sudah bermental pejuang, insya Allah pernikahan akan indah-indah saja dan menikmati semua prosesnya. Bagi, yang masih bermental 'manja', pernikahan adalah sarana untuk belajar menjadi orang yang lebih tangguh, menjadi pasangan yang saling menguatkan.  

Baiklah, kita simak lika-liku sebuah perjuangan  di sebuah fase kehidupan, yaitu menikah:


1. Perjuangan untuk  Menjadi Pasangan yang Baik

Menjadi suami istri yang baik adalah sebuah keharusan. Saling menjaga komitmen adalah sebuah kewajiban. Tanpa komitmen yang kuat, tak mungkin rumah tangga akan bisa bertahan. Saat terjadi perselisihan, tak serta merta solusinya adalah berpisah. 

Tak seperti saat pacaran yang bisa putus sambung, putus sambung. Kalau sudah terikat dalam sebuah pernikahan tak akan mungkin bisa begitu, kan. Harus bisa bertahan, apa pun yang terjadi. Menyelesaikan semua masalahnya berdua. Tak perlu sedikit-sedikit curhat ke orang tua atau media sosial, yang terkadang bukannya masalah itu cepat selesai, malah semakin melebar. Kecuali, jika memang konfliknya sudah sangat berat atau terjadi kekerasan dalam rumah tangga  (KDRT). Harus dibantu oleh pihak ketiga yang bisa dipercaya dan netral. 

Berusaha menjadi pasangan yang baik itu, artinya juga harus berjuang untuk menjaga pandangan. Tidak lirik sana,  lirik sini. Atau menjadi lelaki yang masih hobi tebar pesona. Tidak iseng-iseng mencoba untuk mendua atau yang lainnya. Menjadi perempuan yang mejaga kehormatan suaminya. Harus puas dengan yang sudah menjadi pilihan kita. Tidak perlu membanding-bandingkan dengan yang lain. 

2. Perjuangan untuk Menjadi Orang Tua yang Baik

Menjadi orang tua yang baik pun tidak akan terjadi begitu saja tanpa belajar dan berusaha. Pada setiap zaman, cara mendidik anak tidaklah sama. Kita terkadang sudah tidak bisa lagi mencontoh orang tua dahulu dalam mendidik anak. Beda zaman, pasti akan beda tantangan.

Saat kita melihat orang tua yang sukses mendidik anaknya, hingga menjadi 'orang' istilahnya, pastilah proses yang mereka lalui tidaklah mudah. Saya yakin tak ada anak-anak yang dibiarkan saja tumbuh kembangnya, akan menjadi baik dengan sendirinya. Orang tuanyalah yang harus mencetaknya menjadi pribadi yang baik, salih salihah, berbakti pada orang tua, serta bermanfaat bagi orang lain. 

Setiap keluarga pasti punya cerita-cerita 'indah' saat-saat mengasuh dan mendidik anak. Biasanya tak akan sama antara satu keluarga dengan keluarga yang lain. Pasti banyak yang bilang, tak mudah mendidik anak, dari baru lahir hingga mereka dewasa dan mandiri. Butuh perjuangan dari orang tuanya untuk selalu belajar menjadi orang tua yang baik. Bahkan mungkin saat sang anak sudah berkeluarga pun, orang tua masih saja memberi masukan yang baik. 


3. Perjuangan untuk Menjadi Menantu yang Baik

Menikah artinya juga kita akan menjadi menantu dari orang tua pasangan kita. Menjadi anak 'baru' bagi yang semula bukan siapa-siapa. Orang tua pasangan pasti akan sangat berbeda dengan orang tua sendiri. Berbeda budaya dan kebiasaan sehari. Terkadang butuh proses panjang untuk bisa saling menerima. 

Menjadi menantu yang baik dan bisa dibanggakan oleh mertua pun tak akan terjadi dengan serta merta. Harus ada usaha dari kita untuk bisa menjadi menantu yang baik. Apalagi kalau kita harus tinggal serumah bersama mertua. Jika tak bisa baik-baik menjaga perilaku dan sikap, pasti akan banyak drama yang terjadi. Namun, bukan berarti akan selalu ada konflik antara menantu mertua, ya, jika tinggal bersama dalam satu rumah. Banyak pula yang antara mertua dan menantu akur-akur saja dan saling menyayangi. 

Jika kita harus serumah bersama mertua atau saat menginap di rumah mertua, pasti akan beda dengan saat menginap di rumah orang tua sendiri. Kita yang mungkin agak 'pemalas' dan kurang cekatan dalam mengatur rumah, tidak sepantasnya tetap begitu saat ada mertua. Tunjukkan bahwa kita adalah menantu yang baik dan anaknya tidak salah dalam memilih pasangan hidup. Orang tua kita masing-masing pun akan merasa lega dengan pilihan pendamping anak-anaknya, jika melihat kita adalah menantu yang baik. 

4. Perjuangan untuk Memenuhi Ekonomi Keluarga

Jika saat masih lajang, para lelaki bisa menikmati gajinya dengan sesuka hati atau seorang wanita, tinggal minta uang pada orang tuanya. Namun, tidak demikian kondisinya saat memutuskan untuk berumah tangga. Seorang laki-laki akan menjadi suami, yang otomatis adalah seorang kepala keluarga. Dia harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya.

Sementara seorang perempuan akan menjadi istri yang biasanya bertanggung jawab dalam mengelola keuangan keluarga. Atau ada pula istri yang memang sebelum menikah sudah bekerja. Bagi seorang istri, berapa pun rezeki yang diberi oleh suaminya, harus dibelanjakan dengan bijak dan penuh rasa syukur.  Terlalu banyak menuntut pada suami yang sudah berusaha bekerja keras, tak akan membuat hidup bahagia. Begitulah faktanya, jika ingin selalu bahagia harus pandai bersyukur. Bersyukur suami masih bisa bekerja dan mempunyai gaji, serta tidak banyak menuntut di luar kemampuan suami. 

Sebuah kisah rumah tangga dalam masalah perjuangan ekonomi sangat banyak. Ada yang harus jatuh bangun terlebih dahulu, hingga akhirnya mencapai kesuksesan. Ada pula yang sebelumnya berlimpah dengan kekayaan, tapi akhirnya bangkrut dan harus merangkak lagi dari nol. Atau seorang istri yang tadinya tidak bekerja, terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga karena suami yang tidak mampu mencari nafkah lagi. 

Masih banyak cerita rumah tangga lainnya. Intinya kita memang harus siap dalam setiap kondisi. Menikah adalah sebuah perjuangan. 

5. Perjuangan untuk Bisa Selalu Bahagia

Pada intinya sesuatu yang baik itu butuh perjuangan. Menjadi orang yang bahagia juga butuh perjuangan dan kerja keras untuk mewujudkannya. Perjuangan hingga akhir hayat. Siapa yang menuai, pasti akan memetiknya. Jika selama ini, kita mendidik anak-anak dengan baik, insya Allah hasilnya akan terlihat saat mereka dewasa kelak. Saat kita sudah renta dan gantian anak-anak yang akan merawat. 

Kita sebagai orang tua akan merasa lega, saat semua anak-anak sudah berkeluarga dan mandiri. Anak-anak bahagia juga bersama keluarganya masing-masing. Biasanya kalau pernikahan orang tuanya adem ayem dan bahagia, anak-anak pun akan mempunyai rekaman yang baik tentang sebuah pernikahan. 

Bahagia dan tidaknya sebuah pernikahan, kitalah yang harus berusaha mewujudkannya. Harus ada usaha dan doa, mungkin juga keringat dan air mata. Hingga tercipta sebuah kebahagiaan lahir batin bagi seluruh anggota rumah tangganya.  Bahagia adalah apa yang kita rasakan dan tak ada hubungan dengan kekayaan yang berlimpah. Bahagia adalah urusan batin dan jiwa.

Jadi, akan ada banyak hal baru yang akan dihadapi setelah menikah. Terkadang tak hanya membuat bahagia, tapi bisa juga bikin hati porak poranda. Mengalami trauma pernikahan. Membangun dan mempertahan rumah tangga bahagia butuh komitmen dan tanggung jawab yang kuat dari masing-masing pasangan. Sudah yakin, kan, bahwa menikah itu adalah sebuah perjuangan?


Bogor, 12 Juli 2020

Jumat, 10 Juli 2020

Menikah Tak Selamanya Indah

Dokumen Pribadi

Saat remaja atau memasuki usia dewasa, orang yang mempunyai pengalaman indah pernikahan orang tuanya, pasti berpikir bahwa menikah itu sangat indah dan bahagia selamanya. Sebagaimana di cerita-cerita komik, yang endingnya biasanya berupa kalimat: "Akhirnya  mereka menikah dan bahagia selamanya." 

Dalam benak kita yang belum menikah juga begitu mungkin. Setelah menikah, akan selalu bersama dengan orang yang kita cintai, jalan-jalan berdua, bergandengan tangan,  selalu bersama dalam suka dan duka. Begitu indah! Dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak. Beuh ... :D

Betul juga sih dan tidak salah ... karena saat kita sedang baikan dengan pasangan, ya memang begitu adanya. Indah ...    

Bagi orang yang sudah menikah, pasti akan bilang bahwa menikah dan membangun rumah tangga itu tak selamanya indah, lo. Ada saatnya kita diberi ujian selama menjalani pernikahan. Jadi menikah dengan hanya modal cinta tak akan cukup, Jendral!  

Bagi orang yang berpikir dewasa, saat menerima pinangan seorang laki-laki atau memilih calon istri, memang harus benar-benar mempertimbangkan kepribadian calon pasangannya. Jadi menikah hanya bermodal karena saling cinta saja tak akan cukup. Yang paling penting justru adalah bagaimana selalu bisa mempertahankan cinta. Faktanya pernikahan akan selalu diwarnai oleh kebahagiaan, kesedihan, dan aneka problem lainnya, yang menguji komitmen kita.

Banyak yang menikah hanya sekedar mempersiapkan fisik semata, tanpa menyiapkan mentalnya. Saat masalah mulai muncul dalam rumah tangga, kebanyakan solusi yang diambil adalah berpisah. Padahal mungkin pernikahan mereka sebenarnya masih bisa diperbaiki. Penyelesaiannya pun biasanya hanya dengan bertoleransi dan berusaha saling menerima.

Kebiasaan dan Hobi  Pasangan 

Pasti setiap orang punya kebiasaan-kebiasaan yang sudah jadi tradisinya bertahun-tahun. Ada yang sudah terbiasa berpakaian tidak rapi, meletakkan barang sembarangan atau kebiasaan yang dianggap buruk lainnya. Kebiasaan-kebiasan ini bagi pelakunya biasanya dirasakan sesuatu yang biasa-biasa saja dan dirasa tidak menjadi problem juga untuk orang lain.    

Nah, yang menjadi masalah adalah saat pasangan kita kurang menyukai kebiasaannya itu. Sang istri atau suami ternyata orangnya rapi dan resik. Pasti kebiasaan di atas akan terasa mengganggu. Karena sudah menjadi kebiasaan, biasanya susah hilang. Yang bisa dilakukan adalah menoleransi kebiasaan tersebut atau membicarakannya baik-baik bahwa kita sangat terganggu dengan kebiasaannya tersebut. Bisa berubah atau tidak, ya tergantung niat yang kuat dari sang pelaku. Begitulah, romantika sebuah pernikahan. :D

Masalah hobi pun demikian. Ada suami yang hobinya memelihara burung, sementara istrinya tak suka. Ada istri yang hobinya beres-beres, tapi sang suami slonong boy, senang meletakkan barang di mana saja.  Jadi  enggak bisa match kan? 

Bila masing-masing pihak bisa legawa dengan kebiasaan dan hobi pasangannya, ya the life must go on ya ... dan pada akhirnya jika ingin bertahan, ya memang harus saling menerima dan lapang dada. Apalagi kalau pada akhirnya bisa saling menikmati kebiasaan dan hobi pasangannya masing-masing. Menekuni hobi yang sama dan aktif di komunitas yang sama pula. Indah ...  

Atau jika setelah didiskusikan tak ada titik temu, solusinya adalah membuat kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak, win-win solution. Ya, memang selama pernikahan pasti akan banyak kesepakatan-kesepakatan yang dibuat.

Harus Membantu Mencari Nafkah

Menurut saya, saat seseorang sudah menikah, semua permasalahan harus dihadapi bersama. Saat dihadapkan dengan masalah ekonomi keluarga, semua pasangan suami istri tentunya harus kompak mencari solusi. Bahkan mungkin ada yang akhirnya sang istri turut membantu suami menambah penghasilan keluarga. Dan memang sudah seharusnya begitu, bukan?

Enggak mungkin kan, kita membiarkan  orang yang kita cintai menanggung beban seorang diri. Sebagai istri yang baik, sudah hal yang wajar kita turut membantu memikirkannya. Sehingga bisa jadi, sang istri akhirnya ikut bekerja mencari tambahan penghasilan. Bahkan ada yang kemudian harus menjadi pengganti tulang punggung karena suami sakit keras dan tidak bisa bekerja lagi. Dramatis memang. Tapi, memang begitulah kenyataan hidup berkeluarga.

Sebagai penyejuk jiwa, ada baiknya ingat sebuah hadits  Rasulullah shallahu 'alaihi wassalam

"Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat ...  (HR. Muslim)

Insya Allah kalau kita ikhlas dan sabar menjalaninya akan menjadi ladang pahala.

Kecewa Terhadap Pasangan 

Saat pacaran, biasanya semua akan terlihat indah. Walaupun saat itu mungkin pernah terlihat karakter aslinya, tapi terasa tak masalah. Demi cinta, semua terlihat baik-baik saja. Ketika sudah menikah, baru terlihat karakter aslinya.

Bersyukur jika memang kita ternyata tidak salah pilih pasangan hidup. Apa yang selama ini kita lihat yang baik-baik darinya, ternyata memang benar begitu adanya. Asli tanpa banyak sandiwara.

Namun, ada kalanya yang salah prediksi. Terlihat baik, sopan, bertanggung jawab selama pacaran atau saat ta'aruf, ternyata jauh panggang daripada api. Sangat bertolak belakang dan mengecewakan.

Jadi, pacaran sebelum menikah tak akan menjamin kita tahu semua kepribadian dan watak aslinya dan tak akan menjamin bahwa rumah tangganya akan langgeng hingga akhir hayat. Bisa jadi pula, orang yang tidak berpacaran sebelum menikah, pernikahannya bahagia dan awet.

Untuk itu, mengetahui dengan baik kebiasaan, kepribadian, dan hal-hal pribadi calon suami atau istri adalah sebuah keharusan. Bagi yang langsung menikah, tanpa proses pacaran dulu, bisa bertanya-tanya kepada para sahabat atau saudara dekat calon pasangannya serta jangan lupa berdoa agar dimudahkan Allah dan tidak salah pilih. 

Cemburu

Ada ungkapan, cemburu itu tanda cinta. Betul juga sih ... Orang yang saling mencintai, pasti akan ada rasa cemburu. Meskipun setiap orang kadar cemburunya berbeda-beda. Ada yang cemburunya normal-normal saja dan masih dalam taraf wajar. Namun, ada juga yang cemburu buta dan tidak rasional. 

Selama menjalani pernikahan, pastilah ada bumbu-bumbu rasa cemburu di antara. Hadirnya media sosial, terkadang juga memicu timbulnya rasa cemburu. Misalnya, bertemu kembali di dunia maya dengan  mantan terindah, yang pernah mengisi hari-harinya di masa lalu. Atau seseorang yang pernah sempat menjadi calon pasangannya melalui proses ta'aruf, dan lain sebagainya. 

Rasa cemburu ini jika tidak dikelola dengan baik atau tak dikomunikasikan dengan baik, bisa membuat hari-hari pernikahan  terasa kelabu. Ya, memang harus berhati-hati saat kondisi ini terjadi. Jika, taraf cemburu masih dalam hal yang wajar, ya hormatilah perasaan pasangan kita. Karena bagaimanapun juga, rasa cinta dan memilikilah yang membuatnya cemburu.

Long Distance Relation (LDR)

LDR adalah menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya, biasanya karena tuntutan pekerjaan atau harus menuntut ilmu. Tidak semua pasangan suami istri mampu menjalaninya. Kalaupun misalnya harus memilih kondisi ini karena pasti dengan berbagai pertimbangan. Tak mudah memang menjalaninya, butuh komitmen yang kuat untuk tetap mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Memang sih sebaiknya suami istri itu tidak boleh terlalu lama berpisah. Walau bagaimana pun juga, kedekatan fisik dengan pasangan sangat menentukan keharmonisan rumah tangga. Harus selalu diciptakan bonding dengan pasangan. Bagi yang sudah mempunyai anak, kehadiran sang ayah setiap hari akan memberikan pengaruh besar pada proses tumbuh kembang anak. 

Dari banyak cerita yang beredar, godaan bagi pasangan yang LDR sangat besar. Jadi, kehadiran  pasangan kita secara fisik dalam menjalani kehidupan pernikahan bisa menjadi rem agar tidak kebablasan saat datang diuji dengan hadirnya orang ketiga.  


Pentingnya Persiapan Fisik dan Mental, serta Ilmu Sebelum Menikah

Terkadang masalah dalam pernikahan cuma hal-hal sepele, tapi kadang dari masalah sepele ini bisa berujung pada perceraian. Ditambah lagi, tak banyak orang tua mau bercerita tentang hal-hal yang tak selalu indah dalam sebuah pernikahan. Untuk itu, sebelum menikah, tak hanya fisik saja yang harus disiapkan, mental pun harus kuat. Banyak membaca tentang persiapan penikahan dari sisi agama dan bacaan lain tentang seluk beluk pernikahan, insya Allah bisa membantu.

Saya pun demikian terhadap anak gadis saya yang saat ini berusia 21 tahun. Sering bercerita tentang apa saja yang harus dihadapi dalam sebuah rumah tangga. Kebetulan kami pun sudah mengedukasi anak-anak sejak kecil bahwa tak ada pacaran sebelum menikah. Fokuslah pada memperbaiki diri, insya Allah akan diberi jodoh yang sesuai dengan kualitas kita. 

Jadi peran orang tua sangat penting dalam mempersiapkan anak-anaknya menjalani hidup berumah tangga. Menjalani pernikahan itu tak mudah, namun bukan berarti tak bisa. :)


Bogor, 10 Juli 2020








Selasa, 07 Juli 2020

Beberapa Penyebab Terjadinya Perceraian

Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan yang kuat untuk menyatukan suami istri. Membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Islam pun memotivasi agar kaum muslimin menjaga mahligai rumah tangga mereka dengan baik.  

Sebenarnya tak ada orang yang menikah yang ingin berpisah atau bercerai. Pasti semua ingin awet dan langgeng serta bahagia pernikahannya hingga akhir hayat. Namun, mungkin sudah tak ada jalan lain, sehingga mereka memilih untuk mengakhiri rumah tangganya. 

Memisahkan hubungan pernikahan dengan  perceraian, hukum asalnya adalah TERLARANG. Perceraian bisa dilakukan sepanjang ada alasan yang kuat, seperti tidak bisa melanjutkan lagi kehidupan rumah tangganya dan sudah tidak mungkin ditempuh jalan damai. Jadi hukum asal merusak hubungan suami istri itu terlarang. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam:


لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ اِمْرَأَةً عَلَى زَْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ
"Bukan termasuk golongan kami, orang yang membujuk seorang perempuan memusuhi suaminya atau membujuk seorang budak untuk memusuhi tuannya." (HR. Abu Daud. Sahih)
Seorang wanita pun terlarang meminta cerai tanpa ada sebab syari. Seperti hadits berikut ini:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة
"Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah. Hadits Hasan)
Dari beberapa berita dikabarkan bahwa angka perceraian pada masyarakat meningkat tajam. Untuk itu, kita harus mengetahui sebab-sebabnya agar bisa menghindarinya.  


Foto: Dok.JawaPos.Com

Beberapa Penyebab Terjadinya Perceraian

1. Salah Dalam Memilih Pasangan


Salah satu penyebab terjadinya perceraian adalah salah dalam memilih pasangan dan baru tahu karakter sebenarnya setelah menikah. Mungkin ada yang menyalahkan, "Makanya pacaran dulu sebelum menikah. Supaya tahu calon suami atau istri yang sebenarnya."

Padahal kenyataannya, belum tentu orang yang lama pacaran sebelum menikah, pernikahannya akan langgeng juga kan? Dan belum tentu juga, orang yang menikah tanpa pacaran sebelumnya pernikahannya hanya seumur jagung. Betul? 

Atau bisa jadi, sebelum menikah sudah mengetahui kebiasaan buruk calon pasangannya. Namun, karena sudah terlanjur cinta mati kejelekan-kejelekannya tertutupi oleh besarnya rasa cinta. Jadi benar kalau dikatakan  bahwa cinta itu buta. Orang kalau sedang dimabuk cinta, tahi kucing pun rasa coklat.

Untuk itu, sebelum menikah harus benar-benar mengetahui agama, akhlak, dan karakter si calon. Bisa lewat sahabatnya, saudara dekatnya, atau mungkin di zaman media sosial seperti sekarang ini, kita bisa mengintip postingan-postingan di akun media sosialnya. Meskipun belum tentu juga apa yang di postingnya di media sosial mencerminkan kepribadiannya juga, sih. Jadi memang sekarang itu harus lebih berhati-hati. 

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga sering disingkat menjadi KDRT. Korban KDRT biasanya adalah pihak istri. Selain kekerasan fisik, kekerasan verbal juga dapat dikategorikan sebagai KDRT. Contoh kekerasan fisik misalnya pemukulan, penganiayaan, dan yang semisalnya. Kekerasan verbal, contohnya adalah kata-kata kasar, umpatan, hinaan, dan yang serupa dengan itu.

KDRT biasanya diawali dengan pertengkaran dan akhirnya berakhir dengan kekerasan. Jika hal ini terjadi terus menerus dan pihak suami tak berusaha perubah, bisa menimbukan tekanan jiwa dan depresi. Meminta bantuan pihak ketiga atau keluarga yang dipercaya, bisa jadi solusi. Namun, jika tak ada perubahan, perceraian dianggap sebagai solusi terbaik.

3. Terjadi Perselingkuhan


Luka akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan biasanya sangat sulit untuk diobati. Perasaan sudah dikhianati, sedih, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Bagi yang berprinsip "Jika ada salah satu yang berselingkuh, maka perkawinan harus diakhiri", berarti wassalam sudah nasib pernikahannya. Alhamdulillah jika akhirnya bisa saling memaafkan dan berusaha membangun pondasi pernikahan, perpisahan bisa dihindari.

Perselingkuhan bisa terjadi karena hanya iseng atau memang sedang bermasalah dengan pasangan, dan sebab yang lainnya. Memulihakan diri dari rasa sakit akibat perselingkuhan menjadi satu hal yang sulit. Namun, bukan sesuatu yang mustahil. Meskipun mungkin butuh konselor pernikahan untuk membantu memulihkan luka.  

4. Masalah Keuangan


Masalah keuangan atau ekonomi juga bisa menjadi pemicu terjadinya perceraian. Kebutuhan rumah tangga yang tidak bisa dipenuhi dengan baik bisa menjadi masalah besar dalam rumah tangga. Merosotnya pendapatan keluarga akibat terkena PHK, bangkrut usahanya, dan lain-lain. Atau mungkin karena sebab lainnya, seperti gaya hidup yang terlalu tinggi, tidak bisa mengelola keuangan dengan baik.

Jika memang pemicu masalah ekonomi adalah karena musibah yang harus diterima, ada baiknya sama-sama bersabar dan segera bangkit mencari solusi, saling menguatkan. Jika masalahnya karena pengelolaan keuangan rumah tangga yang buruk, besar pasak daripada tiang, sebaiknya segera perbaiki dan konsultasi kepada ahli finansial keluarga supaya masalahnya segera diatasi dan keharmonisan rumah tangga bisa dipertahankan.   

5. Perbedaan Prinsip yang Tidak Bisa Disatukan


Perbedaan prinsip yang sudah tidak bisa diselaraskan dengan pasangan juga bisa memicu terjadinya perceraian. Seperti perbedaan keyakinan, perbedaan prinsip hidup, atau perbedaan status sosial yang akhirnya semakin meruncing.

Bisa jadi sebenarnya perbedaan-perbedaan ini sudah ada sebelum terjadinya pernikahan. Mungkin seiring dengan berjalannya waktu, mereka berharap semua perbedaan ini sudah tidak menjadi masalah. Ternyata, kenyataan berbicara lain tidak terjadi kesepakatan-kesepakatan yang menentramkan dan akhirnya perpisahan tak bisa dihindarkan lagi. Sebenarnya, jika masih ada rasa toleransi dan saling memahami, perbedaan bukan suatu masalah yang bisa memicu terjadinya perceraian.Akan tetapi, kalau terjadi perbedaan keyakinan memang agak susah untuk dipertahankan. 

Itulah 5 hal yang bisa menjadi penyebab terjadinya perceraian dalam rumah tangga. Semoga kita semua terhindar dari masalah ini. Aamiin

Referensi:
https://rumaysho.com/22501-sebab-sebab-perceraian-intisari-khutbah-jumat-masjidil-haram.html

Minggu, 05 Juli 2020

Waspadailah 5 Hal Ini, Agar Pernikahan Langgeng!

Semua serba indah dan membahagiakan, begitulah angan-angan kita sebelum menikah. Tak sabar menanti datangnya hari bahagia itu. Orang yang sedang dimabuk asmara merasa hari-harinya penuh dengan bunga, sebelum pernikahan dan saat masih menjadi pengantin baru. Indah banget ...  Akankah selamanya begitu? Semoga ... :D

Pernikahan adalah awal dari sebuah perjalanan cinta dua insan. Masih sangat panjang jalan yang akan ditempuh bersama pasangan hidup.  Bahagia dan tidaknya sebuah pernikahan tergantung kita dalam membina dan mempertahankannya, serta terus memupuknya agar bunga-bunga cinta selalu mekar. Harus ada komitmen yang kuat dan kerja sama yang bagus dengan pasangan masing-masing.

Ada pernikahan yang hanya seumur jagung. Baru beberapa bulan menikah, lalu bercerai dengan berbagai alasan. Akan tetapi, banyak pula pernikahan yang awet dan bahagia hingga maut memisahkan. 

Apa saja, sih hal yang harus dihindari dalam pernikahan, agar selalu tercipta keharmonisan dan langgeng:


Foto: Google

1. Egois

Setiap orang diberi ego masing-masing oleh Sang Maha Pencipta. Ego pribadi yang tidak bisa diselaraskan dengan pasangan, tak ada yang mau mengalah, menganggap dirinya paling benar, bisa merusak hubungan pernikahan. Memang betul, menikah itu artinya menyatukan dua ego atau dua pribadi yang berbeda, bahkan bisa jadi sangat berbeda. Jadi, bisa mengendalikan ego dan berkompromi dengan pasangan sangat penting untuk langgengnya sebuah hubungan.

Egois adalah sikap yang mementingkan diri sendiri dan mau menang sendiri. Menyelaraskan ego pribadi dan berusaha menghargai pendapat pasangan, sangat dibutuhkan dalam membina rumah tangga. Jadi, menikah bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa menerima kekurangan suami atau istri, serta belajar untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa.

2. Campur Tangan Keluarga Besar

Tak ada pernikahan tanpa konflik. Setiap tahap yang dilalui, pasti akan selalu ada pernak-perniknya. Di awal pernikahan, saat mempunyai anak, saat anak menjelang remaja, dan seterusnya. Akan selalu ada percikan yang mewarnainya. 

Problema pernikahan ada yang ringan dan ada pula yang memang besar. Contoh masalah besar, misalnya terjadinya perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan yang semisalnya.  Jika, masalah besar ini tak bisa diatasi berdua dengan pasangan, terutama untuk masalah KDRT, memang sebaiknya melibatkan pihak luar yang bisa dipercaya. Bisa meminta bantuan psikolog, orang tua, atau keluarga yang dianggap kompeten. 

Namun, ada pula permasalahan rumah tangga yang sebenarnya sepele dan bisa diselesaikan dengan mudah, tapi akhirnya menjadi besar karena keterlibatan keluarga besar. Ada memang, orang yang sedikit-sedikit mengadu kepada orang tua. Atau orang tua yang masih mengatur hidup anak-anaknya. Atau salah satu anggota keluarga yang malah menjadi 'kompor'. Masalah kecil akhirnya menjadi besar dan berakibat perceraian. Na'udzu billahi min dzalik.

Untuk itu, biasakan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga secara intern. Banyak berdoa pada Sang pencipta agar dimudahkan permasalahan kita. Hindari terlalu banyak menceritakan masalah kita pada orang lain, meskipun itu orang tua karena terkadang persepsi kita dan persepsi orang lain itu beda. Berkeluh kesah di media sosial pun bukan solusi yang baik. Tempat mengadu terbaik adalah pada Allah, Sang Maha Pencipta.

Bersyukurlah jika mempunyai orang tua atau keluarga besar yang tak banyak ikut campur urusan orang lain. Bukan berarti mereka tak peduli, tapi lebih kepada menghormati privasi masing-masing. 


3. Komunikasi yang Terhambat

Dalam hal apapun komunikasi adalah hal yang penting. Apalagi komunikasi dengan pasangan hidup. Sangat perlu dijaga dan harus selalu dipelihara. Komunikasi yang kurang bagus atau terjadi miskomunikas bisa menjadi masalah rumit. Cobalah untuk selalu berkomunikasi dengan suami atau istri sesibuk apapun kita. 

Michele Weiner Davis dalam bukunya "The Sex-Starved Marriage" mengatakan bahwa pasangan yang mempunyai keterampilan komunikasi yang baik bisa belajar dan mengatasi perbedaan mereka lebih baik. "Jika Anda ingin merasa lebih terhubung dengan pasangan, penting bagi Anda untuk mempelajari cara-cara yang lebih baik untuk mengomunikasikan pikiran dan perasaan Anda satu sama lain."

Komunikasi yang lancar dengan pasangan dipercaya sangat baik untuk kesehatan, bisa mengurangi stres, dan lebih menghemat waktu. Banyak hal yang bisa kita ceritakan dengan suami atau istri. Apalagi kabarnya seorang wanita butuh lebih banyak bicara dan lebih banyak didengar daripada seorang pria. Betul? Jadi, akan lebih aman curhat dengan pasangan daripada bercerita pada orang lain.

Jika sudah menikah, pasanganlah orang terdekat yang layak menjadi teman untuk bercerita tentang banyak hal. Menjadi pasangan yang asyik untuk diajak ngobrol akan semakin memperkuat ikatan cinta dan kasih sayang. Komunikasi yang baik dengan pasangan itu bisa dilatih, jika kita mau. 


4. Kurangnya Komitmen

Komitmen yang kuat berlaku untuk hubungan apapun. Apakah itu hubungan kerja, hubungan bisnis, dan lain-lain. Komitmen merupakan salah satu kunci untuk sebuah menjaga hubungan yang langgeng. Tak terkecuali hubungan pernikahan.

Perselingkuhan atau hadirnya orang ketiga dalam pernikahan terkadang terjadi karena kurang adanya komitmen.  Suami istri harus bisa menjaga komitmennya untuk saling setia, tak mencoba bermain api atau iseng-iseng tebar pesona.

Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa komitmen adalah bagian dari hubungan yang menyediakan keselamatan dan rasa aman sehingga pasangan dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan secara terbuka. Ketika sudah saling berkomitmen, kita akan sanggup menjalani tantangan sehari-hari dan stres yang timbul dalam sebuah hubungan. Komitmen akan menurunkan resiko adanya pikiran bahwa berpisah merupakan solusi dari masalah yang dihadapi.

5. Bosan

Kata orang, tantangan terbesar dalam pernikahan adalah kebosanan. Bosan dengan segala rutinitas yang itu-itu saja, monoton. Pernikahan yang datar-datar saja. Aneka konfliklah yang sebenarnya jadi bumbu dan warna dalam sebuah pernikahan. Walaupun saat kita mengalami konflik dalam rumah tangga, duh, rasanya pengin segera selesai masalah itu. Kapan ya, problem ini selesai? Enggak nyaman rasanya berlama-lama saling diam dalam satu rumah. Pengin deh kabur aja ... haha

Rasa bosan ini sebenarnya manusiawi dan wajar. Namun, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus segera dibicarakan dengan pasangan untuk mencari solusinya. Bosan bukan berarti sudah tak cinta lagi, ya. Padahal ada sebuah ungkpan populer bahwa suksesnya sebuah pernikahan adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. :D

Kata seorang psikolog, rasa bosan ini tak akan menjadi masalah, selama pasangan suami istri masih memiliki komitmen yang sama. Segera bicarakan dengan pasangan, supaya kondisi ini tidak menjadi peluang terjadinya masalah yang lebih besar. Berlibur bersama, mengubah rutinitas, atau  mencoba hal-hal baru bisa memberi angin segar pernikahan. 

Terkadang sehari-hari kita disibukkan dengan rutinitas. Sebagai seorang ibu, kita sibuk dengan anak-anak dan aneka urusan rumah tangga. Sebagai seorang kepala keluarga, suami sibuk dengan pekerjaannya. Begitu dari waktu ke waktu. Liburan bersama keluarga atau pergi berdua saja dengan pasangan biasanya bisa me-refresh sebuah hubungan.

Mencoba hal-hal baru, seperti menekuni hobi kembali, berkumpul dengan teman-teman lama, masuk dalam sebuah komunitas positif, atau kegiatan menyenangkan lainnya bisa dicoba juga. Yang penting, komunikasikan hal ini dengan pasangan dan tidak kebablasan atau malah keasyikan beraktivitas bersama orang lain, sehingga lupa tujuan semula.

Begitulah ... Jadi kesimpulannya, bahwa pernikahan bukan hanya sekedar masalah cinta, tapi lebih kepada masalah proses pendewasaan dalam kehidupan. Dengan menikah, sudah seharusnya kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dengan menikah, ibadah kita menjadi lebih meningkat, kebaikan kita menjadi lebih berlipat. Insya Allah. 

Bogor, 6 Juli 2020


Sabtu, 04 Juli 2020

Sukses Bergaul dengan Keluarga Suami

Foto: Islamidia


Dalam budaya  Indonesia, siap menikah itu artinya siap pula menerima kehadiran keluarga besar pasangan. Hubungan kekerabatan yang sangat erat menuntut kondisi tersebut. Pasang surut hubungan mertua dan menantu atau hubungan dengan ipar terkadang mewarnai drama pernikahan.

Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Banyak hubungan yang harmonis antara mertua, menantu, dan saudara ipar. Membangun interaksi yang baik antar keluarga terkadang tidak serta merta terjadi begitu saja. Perlu diupayakan oleh semua pihak. Apalagi pada dasarnya semua anggota keluarga mempunyai akhlak yang baik.

Saya sendiri sangat bersyukur mempunyai ibu mertua yang sangat baik dan menghormati para menantunya. Serta kakak-kakak ipar yang semuanya baik. Kebetulan suami adalah anak bungsu dari 12 bersaudara. Otomatis saya mempunyai kakak 11 orang beserta pasangannya masing-masing. Saya merasa hubungan saya dan keluarga besar suami sangat baik selama pernikahan yang sudah berjalan selama 22 tahun ini. 4 Juli 1998 - 4 Juli 2020.

Saat kami menikah, bapak mertua sudah berpulang. Jadi saya tidak sempat mengenal beliau. Dengan putra 8 orang dan putri 4 orang, menantu pun 12 orang bukan? Saya rasakan ibu mertua tak pernah pilih kasih kepada para menantunya.

Saya sebagai menantu bungsu, berusaha menempatkan diri menjadi adik yang baik bagi kakak-kakak suami. Tahu diri mungkin istilahnya dan harus bisa menempatkan diri. Kalau kata orang tua saya, ikuti saja alur keluarga suami. Alhamdulillah aman dan baik-baik saja hubungan kami hingga kini dan sampai ibu mertua berpulang sekitar tahun 2011. Kakak-kakak suami tetap menjaga hubungan kekeluargaan dengan sangat baik, meskipun kedua orang tua mereka sudah tak ada. Salut dan luar biasa.    

Berikut ada beberapa tips yang saya ambil dari Majalah As-Sunnah, Agustus 2015 mengenai cara sukses bergaul dengan keluarga suami. Isinya masih sangat relevan dan sangat bagus untuk instropeksi diri bagi yang sudah menikah maupun yang belum.

Bersikap Baik Kepada Ibu Mertua

Ibu mertua adalah ibu dari suami. Sudah seharusnya kita pun memperlakukan beliau sama dengan ibu sendiri. Tak mau juga kan kalau istri dari saudara kandung memperlakukan ibu kita dengan tidak baik? Pasti kita pun akan sakit hati. Demikian juga dengan suami, pasti dia pun menginginkan ibunya diperlakukan dengan baik. 

Suami akan semakin respek dan sayang kepada kita, jika istrinya bisa menyayangi dan menghormati ibunya juga. Tentunya rasa sayang yang tulus, ya. Meskipun mungkin saat kita berumah tangga ada hal-hal yang kurang mengenakkan mewarnainya. Tetap harus kita kedepankan rasa hormat kita pada ibu mertua.

Muliakan Keluarga Suami

Balaslah kebaikan suami dengan memuliakan keluarganya. Jika ada ha-hal yang kurang berkenan selama kita menjadi bagian dari keluarganya, segera maafkan dan lupakan. Apalagi jika kita tahu bahwa pada dasarnya mereka adalah orang yang baik dan pasti tidak sengaja melakukannya. Bantu suami untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi dengan keluarganya, terutama dengan kedua orang tuanya. 

Saat mertua atau saudara suami berkunjung ke rumah, sambutlah dengan hangat. Layani mereka sebaik-baiknya. Anggap sebagai orang tua dan saudara kandung sendiri. Tentu saja batas-batas syariat dengan saudara ipar tetap harus dijaga.

Jalin Kedekatan dengan Keluarga Suami

Salah satu kunci sukses dalam membangun rumah tangga adalah keberhasilan kita bergaul dengan keluarga suami. Memuliakan keluarga suami sama dengan memuliakan suami juga. Jadilah orang yang membuat semakin dekatnya hubungan suami dengan keluarganya.  Keluarga suami mempunyai hak yang lebih besar dibandingkan dengan orang lain karena adanya hubungan pernikahan.

Tunjukkan kepedulian yang tinggi pada keluarga suami, misalnya dengan rutin menanyakan kabar, mendoakan dan berusaha menjenguknya jika ada yang sakit. Rasulullah shallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Siramilah hubungan kekeluargaan kalian, walaupun hanya dengan salam saja." (HR. Al-Baihaqi. Hasan)

Raih Cinta dari Keluarga Suami

Raihlah cinta dari keluarga suami dengan akhlak yang baik, tutur kata yang menyenangkan, serta perilaku yang sopan. Allah subhanahu wa ta'ala  memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat baik kepada manusia secara umum. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 83, yang artinya:

"Dan ucapkan kata-kata yang baik kepada manusia"

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)" (QS. Al-Isra: 53)

Tak ada untungnya juga, kan, kita memusuhi keluarga suami, padahal sebenarnya mereka juga orang yang baik dan menghormati kita sebagai iparnya?


Berikan Hadiah

Setiap orang pasti akan senang saat diberi hadiah. Meskipun mungkin nilainya tak seberapa. Hadiah akan semakin mendekatkan hati dan akan semakin menumbuhkan rasa sayang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam

"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari)

Memberikan oleh-oleh saat kita berkunjung ke rumah mertua, keluarga suami, atau saat kita pulang dari luar kota, misalnya. Sederhana, namun akan mengena di hati sang penerima oleh-oleh. Sesuaikan saja dengan kemampuan masing-masing.

Tanamkan Pada Diri Anak-Anak Rasa Cinta Pada Keluarga Suami

Senantiasa ingatkan anak-anak untuk hormat kepada kakek dan nenek dari ayahnya, om, tante, atau sepupu-sepupu dari pihak ayah. Ajak mereka untuk bisa mengenal dekat keluarga dari ayah. Peran orang tua sangat penting dalam hal ini. 

Terkadang dalam kehidupan nyata, anak-anak hanya dekat kepada keluarga dari ibu. Padahal sebenarnya bisa diupayakan anak-anak akrab juga dengan saudara-saudaranya dari pihak ayah. Misalnya dengan sering diajak berkunjung ke rumah om atau tantenya, jika tempat tinggalnya mudah dijangkau. Supaya silaturrahim tetap terjaga meskipun kedua orang tua sudah tiada.  

Berilah Suami Waktu untuk Bersama Keluarganya Sendiri

Mungkin ada kalanya suami ingin berkumpul sendiri dengan keluarganya tanpa kita. Beri kesempatan padanya untuk menikmati kebersamaan dengan orang tuanya sebagaimana saat belum menikah. Jangan paksa suami untuk selalu membawa kita dan selalu berbaik sangkalah pada suami. Adakalanya kita pun demikian juga, kan? Ingin bisa sendiri saja berkumpul dan bercerita tentang banyak hal kepada keluarga sendiri.


Itulah beberapa tips yang saya kutip dan saya praktekkan juga. Meskipun sebenarnya saya merasa belum menjadi menantu yang baik dan masih banyak sekali kekurangan  saat ibu mertua masih ada. Semoga Allah ampuni dan semoga kita semua bisa menjadi menantu dan ipar yang baik, menjadi partner suami untuk menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya. Insya Allah kebaikan yang kita lakukan pun, pahalanya akan mengalir juga pada orang tua kita. 

Perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang tua suami dan keluarganya, insya Allah akan dibalas pula dengan kebaikan perilaku menantu-menantu kita kelak. Balasan itu serupa dengan apa yang telah kita perbuat. 

"Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula)" (QS. Ar-rahman: 60)

Bogor, 4 Juli 2020

Referensi:

Majalah As-Sunnah No. 4 Tahun XIX, Agustus 2015


Kamis, 02 Juli 2020

Cobaan dalam Rumah Tangga

Rumah tangga yang bahagia, tenteram, dan damai, serta hidup berkecukupan pasti adalah harapan semua orang. Tak hanya di awal pernikahan, tapi selamanya hingga kembali ke pangkuan-Nya. Namun, impian indah itu tak selamanya selalu terwujud. Ada saja batu sandungan sepanjang jalannya pernikahan.

Ujian atau cobaan dalam menjalani biduk rumah tangga setiap orang berbeda-beda. Meskipun orang mungkin melihat semuanya baik-baik saja. Atau dalam istilah Jawa, "Urip kuwi sawang sinawang". Artinya bahwa hidup itu adalah bagaimana kita memandang orang lain. Membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Seolah-olah hidup orang lain itu lebih indah daripada hidup kita, padahal mungkin belum tentu juga. Begitulah ...

Pada dasarnya tak ada rumah tangga yang seratus persen berjalan mulus tanpa hambatan. Pernikahan yang adem ayem tanpa aral melintang. Sebagaimana nasehat atau wejangan para leluhur kita. Akan ada saja problem dalam setiap tahap usia pernikahan. Lulus atau tidaknya kita dalam menjalani ujian pernikahan tergantung bagaimana kedewasaan sikap masing-masing pasangan dan solusi yang diambil. Yang pasti semua orang pasti berharap bisa melewati semua masalah yang dihadapi dan berakhir dengan bahagia.

Inilah beberapa masalah yang biasa terjadi dalam sebuah pernikahan, berapapun usia pernikahan yang telah dilalui.

1. Perceraian
Perceraian bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Seberapa lama usia pernikahan tak menjadi patokan. Pernikahan yang sudah dijalani puluhan tahun pun tak luput dari masalah perceraian ini. Banyak hal yang bisa memicu terjadinya perpisahan. 

Ketika sudah tidak ada titik temu dan sudah tak bisa disatukan lagi ego antara suami istri dalam mengatasi krisis rumah tangganya, biasanya perceraian adalah jalan yang diambil. Meskipun pada dasarnya tak ada orang yang ingin rumah tangganya harus berakhir. 

2. Kematian
Usia manusia tak ada yang tahu. Entah di usia berapa kita akan dipanggil Sang Khalik, sang pemilik kehidupan. Entah suami atau istri yang lebih dulu berpulang. Duka akibat kematian ini memang terkadang memilukan. Rata-rata tak siap ditinggal pasangan terkasihnya. Tapi, takdir berkata lain. Ada yang harus 'pulang' terlebih dahulu.

Kesiapan mental dan spiritual sangat berperan penting dalam memulihkan kondisi ini. Apalagi jika yang meninggal terlebih dahulu adalah  tulang punggung keluarga, sementara sang istri adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Mungkin akan terasa berat beban hidup yang ditanggung.

Namun, yakinlah bahwa Allah tidak membebani seorang hamba di luar batas kemampuannya. Dalam kehidupan nyata, banyak kisah bagaimana seorang ibu yang sukses membesarkan anak-anaknya seorang diri dan itu bukan isapan jempol. Banyak wanita-wanita hebat di luar sana yang lebih memilih menjadi single parents, sibuk bekerja dan hanya fokus untuk mendidik anak-anaknya.

Untuk seorang laki-laki, musibah ditinggal pasangan hidup bisa jadi lebih rumit. Sangat jarang laki-laki yang memilih menjadi single parents hingga akhir hayat. Mereka butuh pendamping hidup yang baru. Nah, di sinilah titik krusialnya, bagaimana mereka bisa mencari seorang ibu baru yang bisa cocok dengan anak-anak.

3. Tidak Diberi Keturunan
Salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Anak yang dianggap bisa menjadi perekat hubungan suami istri. Namun, jika kondisi ini tidak berpihak pada kita, bagaimana sikap kita?Istri tak kunjung hamil, keluarga besar terlalu banyak berharap keturunan dari pernikahan kita. Sekali lagi butuh kedewasaan dari semua pihak, suami istri, dan seluruh keluarga.

Sebenarnya banyak pula pernikahan yang bahagia, meski tanpa hadirnya anak. Banyak solusi yang bisa dipilih, seperti mencoba berbagai alternatif untuk bisa memperoleh keturunan, seperti ikut program bayi tabung dan lain sebagainya. Atau ada pula yang memutuskan untuk merawat anak dari keluarga dekat. 

4. Perselingkuhan
Perselingkuhan adalah hal yang paling ditakutkan. Apalagi saat ini sangat banyak media yang bisa memicu terjadinya perselingkuhan tanpa disadari. Media sosial yang bisa diakses oleh siapa pun turut meramaikan isu ini. Meskipun perselingkuhan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, serta dilakukan oleh siapa saja. Apalagi saat ini, rasa malu terkadang sudah menguap entah kemana.

Kendali diri, iman yang kuat, lingkungan yang baik, serta kondisi rumah tangga yang harmonis setidaknya bisa menjadi tameng agar tidak terjatuh dalam perselingkuhan. Solusinya adalah selalu ciptakan keromantisan dalam rumah tangga dan selalu ingat komitmen pernikahan.

5. Merosotnya Ekonomi
Permasalahan ekonomi banyak juga memicu terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga, seperti merosotnya keuangan keluarga. Suami yang kena PHK atau suami yang bangkrut usahanya atau diberi sakit sehingga tak mampu lagi menafkahi keluarga. 

Saat menghadapi masalah ini, seluruh anggota keluarga memang harus legawa menerima kondisi ini. Saling bahu membahu dan menguatkan. Segera bangkit dan cari solusi, serta tidak saling menyalahkan.

Sebenarnya masih banyak sekali permasalahan rumah tangga itu, tak terbatas hanya pada lima hal di atas. Bersabar dan selalu peka terhadap apa pun yang terjadi dalam rumah tangga. Segera mencari solusi saat terjadi masalah besar. Atau meminta bantuan pihak ketiga yang kira-kira bisa dipercaya dan bijaksana bisa menjadi pilihan.

Semoga kita semua bisa mengatasi semua permasalahan dalam rumah tangga dan happy ending hingga akhir hayat.

Foto: Diary_Lounge

Rabu, 01 Juli 2020

Rahasia Langgengnya Sebuah Pernikahan


Foto: Google


Cita-cita semua orang adalah menikah untuk bahagia. Bahagia dan langgeng hingga maut memisahkan. Meskipun tak bisa dipungkiri bahwa tak ada pernikahan yang tanpa konflik. Pasti akan ada kerikil-kerikil dalam menjalani hidup berumah tangga. Bahkan ada yang hingga berada di ambang perceraian.

Bersyukur jika pernikahan kita bisa harmonis, bersama-sama melewati rintangan yang ada. Tentu saja pernikahan yang langgeng dan harmonis tak akan terjadi begitu saja. Perlu usaha keras dari kedua belah pihak untuk mempertahankannya. Termasuk juga dukungan dari keluarga besar. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang sesuai tuntunan agama. Sebagaimana pada tulisan sebelumnya, saat memilih calon pasangan hidup, pilihlah yang baik agamanya. Insya Allah dengan pemahaman agama yang baik serta akhlak yang terpuji, pernikahan akan sakinah mawaddah wa rahmah.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda pada kaum yang berpikir." (QS. Ar-Ruum: 21)

Lalu upaya apa yang harus dilakukan setiap pasangan agar pernikahannya langgeng, bahagia hingga akhir hayat?

1. Memegang Teguh Komitmen

Memegang teguh komitmen dalam pernikahan adalah hal yang penting. Komitmen antara suami dan istri untuk tetap menjaga keutuhan pernikahan, walau mungkin ada sedikit badai. Ingatlah bahwa pernikahan adalah ibadah. Banyak kebaikan yang didapat dengan menikah. Suami dan istri harus saling mengingatkan tentang tujuan sebuah pernikahan.

Perceraian bukan satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik rumah tangga. Masih banyak jalan lain agar rumah tangga tetap bersatu. Walaupun perceraian dibolehkan dalam Islam jika memang sudah benar-benar tak bisa diperbaiki lagi. Meskipun Allah tidak suka adanya sebuah perceraian dalam rumah tangga.

2. Jaga Komunikasi

Dalam membina sebuah hubungan, komunikasi yang baik adalah kunci utama. Tak jarang konflik terjadi karena  miskomunikasi. Dua orang yang berhubungan secara intens, bertemu setiap hari, tak jarang terlibat dalam sebuah perselisihan.

Untuk itu, komunikasi yang baik, saling menghormati dan saling memahami saat berbicara adalah kunci suksesnya sebuah komunikasi. Insya Allah rumah tangga akan selalu harmonis. Kalaupun ada perselisihan tak akan berlarut-larut. Sesibuk apa pun kita, hendaklah meluangkan waktu untuk ngobrol, bercerita, atau saling memberi dukungan.

3. Pahami Karakter Pasangan

Cinta dan pernikahan adalah menyatukan dua karakter dan latar belakang yang berbeda. Karakter ini terkadang sulit untuk berubah karena sudah menetap dan menjadi kebiasaan. Di awal pernikahan, buatlah komitmen untuk saling menerima kebiasaan masing-masing, kelebihan dan kekurangannya.

Kalau ternyata ada karakter pasangan yang dirasa kurang nyaman, bicarakan baik-baik dan bertekadlah untuk saling berubah ke arah yang lebih baik. Menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, yang pasti jangan jadikan perbedaan karakter ini menjadi hambatan dalam menjaga keutuhan rumah tangga.

Jadikan hubungan pernikahan terasa istimewa karena kepribadian dan keunikan kita masing-masing. Setiap rumah tangga pasti punya karakter masing-masing karena setiap orang itu unik.

4. Menjaga Romantisme

Selalu romantis terhadap pasangan bukanlah hal yang tabu, meskipun usia pernikahan sudah berpuluh tahun. Teladan terbaik kita adalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam. Dalam banyak riwayat, dikisahkan beliau adalah orang yang sangat romantis kepada istrinya.

Salah satu contoh betapa romantisnya Rasululllah shalallahu 'alaihi wassalam dalam berumah tangga  adalah memanggil 'Aisyah  radhiallahu anha dengan nama kesayangan "Humairah", yang kemerah-merahan. Itulah salah satu contoh cara menciptakan keromantisan dalam rumah tangga, memanggil suami atau istri dengan panggilan kesayangannya.

Dalam kisah lain:

Diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiallahu anha bahwa: "Rasulullah pernah mencium salah satu istri beliau, baru kemudian berangkat menunaikan salat tanpa memperbarui wudhu." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Jangan sampai kesibukan kita melunturkan perilaku romantis ini. Luangkan waktu dan ciptakan keromantisan dalam keluarga. Jangan segan untuk mengungkapkan rasa sayang kepada pasangan dengan pelukan atau ciuman. Insya Allah kita bisa!

5. Jangan Berharap yang Sempurna

Tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Jadi jangan terlalu menuntut pasangan kita sempurna. Fokuslah pada kebaikan pasangan, bukan kekurangannya. Terima apa adanya, selalu saling memaafkan, dan saling melengkapi.

Saling menerima apa adanya bukan berarti tak mau saling memperbaiki kekurangan diri. Bukan pula berharap terlalu tinggi agar pasangan bisa berubah secepatnya dari kebiasaan buruk, misalnya. Namun, lebih kepada saling memahami kekurangan dan keunikan masing-masing. Setiap orang pasti punya kekurangan dan kelebihan.

Pernikahan adalah sebuah proses pembelajaran yang panjang, bahkan mungkin seumur hidup. Akan selalu ada proses perubahan-perubahan sepanjang usia pernikahan.   


Itulah resep ala saya agar pernikahan awet dan bahagia seluruh anggota keluarga. Semoga kita semua bisa menjalaninya, ya.


Belajar Menulis Artikel SEO dan Langsung Bisa Magang, Hanya di Sini!

Sudah lumayan lama sebenarnya saya mengisi waktu luang dengan menulis dan mendapatkan cuan dari aktivitas ini. Pernah pula belajar menulis ...