Semua serba indah dan membahagiakan, begitulah angan-angan kita sebelum menikah. Tak sabar menanti datangnya hari bahagia itu. Orang yang sedang dimabuk asmara merasa hari-harinya penuh dengan bunga, sebelum pernikahan dan saat masih menjadi pengantin baru. Indah banget ... Akankah selamanya begitu? Semoga ... :D
Pernikahan adalah awal dari sebuah perjalanan cinta dua insan. Masih sangat panjang jalan yang akan ditempuh bersama pasangan hidup. Bahagia dan tidaknya sebuah pernikahan tergantung kita dalam membina dan mempertahankannya, serta terus memupuknya agar bunga-bunga cinta selalu mekar. Harus ada komitmen yang kuat dan kerja sama yang bagus dengan pasangan masing-masing.
Ada pernikahan yang hanya seumur jagung. Baru beberapa bulan menikah, lalu bercerai dengan berbagai alasan. Akan tetapi, banyak pula pernikahan yang awet dan bahagia hingga maut memisahkan.
Apa saja, sih hal yang harus dihindari dalam pernikahan, agar selalu tercipta keharmonisan dan langgeng:
![]() |
Foto: Google |
1. Egois
Setiap orang diberi ego masing-masing oleh Sang Maha Pencipta. Ego pribadi yang tidak bisa diselaraskan dengan pasangan, tak ada yang mau mengalah, menganggap dirinya paling benar, bisa merusak hubungan pernikahan. Memang betul, menikah itu artinya menyatukan dua ego atau dua pribadi yang berbeda, bahkan bisa jadi sangat berbeda. Jadi, bisa mengendalikan ego dan berkompromi dengan pasangan sangat penting untuk langgengnya sebuah hubungan.
Egois adalah sikap yang mementingkan diri sendiri dan mau menang sendiri. Menyelaraskan ego pribadi dan berusaha menghargai pendapat pasangan, sangat dibutuhkan dalam membina rumah tangga. Jadi, menikah bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa menerima kekurangan suami atau istri, serta belajar untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa.
2. Campur Tangan Keluarga Besar
Tak ada pernikahan tanpa konflik. Setiap tahap yang dilalui, pasti akan selalu ada pernak-perniknya. Di awal pernikahan, saat mempunyai anak, saat anak menjelang remaja, dan seterusnya. Akan selalu ada percikan yang mewarnainya.
Problema pernikahan ada yang ringan dan ada pula yang memang besar. Contoh masalah besar, misalnya terjadinya perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan yang semisalnya. Jika, masalah besar ini tak bisa diatasi berdua dengan pasangan, terutama untuk masalah KDRT, memang sebaiknya melibatkan pihak luar yang bisa dipercaya. Bisa meminta bantuan psikolog, orang tua, atau keluarga yang dianggap kompeten.
Namun, ada pula permasalahan rumah tangga yang sebenarnya sepele dan bisa diselesaikan dengan mudah, tapi akhirnya menjadi besar karena keterlibatan keluarga besar. Ada memang, orang yang sedikit-sedikit mengadu kepada orang tua. Atau orang tua yang masih mengatur hidup anak-anaknya. Atau salah satu anggota keluarga yang malah menjadi 'kompor'. Masalah kecil akhirnya menjadi besar dan berakibat perceraian. Na'udzu billahi min dzalik.
Untuk itu, biasakan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga secara intern. Banyak berdoa pada Sang pencipta agar dimudahkan permasalahan kita. Hindari terlalu banyak menceritakan masalah kita pada orang lain, meskipun itu orang tua karena terkadang persepsi kita dan persepsi orang lain itu beda. Berkeluh kesah di media sosial pun bukan solusi yang baik. Tempat mengadu terbaik adalah pada Allah, Sang Maha Pencipta.
Bersyukurlah jika mempunyai orang tua atau keluarga besar yang tak banyak ikut campur urusan orang lain. Bukan berarti mereka tak peduli, tapi lebih kepada menghormati privasi masing-masing.
3. Komunikasi yang Terhambat
Dalam hal apapun komunikasi adalah hal yang penting. Apalagi komunikasi dengan pasangan hidup. Sangat perlu dijaga dan harus selalu dipelihara. Komunikasi yang kurang bagus atau terjadi miskomunikas bisa menjadi masalah rumit. Cobalah untuk selalu berkomunikasi dengan suami atau istri sesibuk apapun kita.
Michele Weiner Davis dalam bukunya "The Sex-Starved Marriage" mengatakan bahwa pasangan yang mempunyai keterampilan komunikasi yang baik bisa belajar dan mengatasi perbedaan mereka lebih baik. "Jika Anda ingin merasa lebih terhubung dengan pasangan, penting bagi Anda untuk mempelajari cara-cara yang lebih baik untuk mengomunikasikan pikiran dan perasaan Anda satu sama lain."
Komunikasi yang lancar dengan pasangan dipercaya sangat baik untuk kesehatan, bisa mengurangi stres, dan lebih menghemat waktu. Banyak hal yang bisa kita ceritakan dengan suami atau istri. Apalagi kabarnya seorang wanita butuh lebih banyak bicara dan lebih banyak didengar daripada seorang pria. Betul? Jadi, akan lebih aman curhat dengan pasangan daripada bercerita pada orang lain.
Jika sudah menikah, pasanganlah orang terdekat yang layak menjadi teman untuk bercerita tentang banyak hal. Menjadi pasangan yang asyik untuk diajak ngobrol akan semakin memperkuat ikatan cinta dan kasih sayang. Komunikasi yang baik dengan pasangan itu bisa dilatih, jika kita mau.
4. Kurangnya Komitmen
Komitmen yang kuat berlaku untuk hubungan apapun. Apakah itu hubungan kerja, hubungan bisnis, dan lain-lain. Komitmen merupakan salah satu kunci untuk sebuah menjaga hubungan yang langgeng. Tak terkecuali hubungan pernikahan.
Perselingkuhan atau hadirnya orang ketiga dalam pernikahan terkadang terjadi karena kurang adanya komitmen. Suami istri harus bisa menjaga komitmennya untuk saling setia, tak mencoba bermain api atau iseng-iseng tebar pesona.
Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa komitmen adalah bagian dari hubungan yang menyediakan keselamatan dan rasa aman sehingga pasangan dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan secara terbuka. Ketika sudah saling berkomitmen, kita akan sanggup menjalani tantangan sehari-hari dan stres yang timbul dalam sebuah hubungan. Komitmen akan menurunkan resiko adanya pikiran bahwa berpisah merupakan solusi dari masalah yang dihadapi.
5. Bosan
Kata orang, tantangan terbesar dalam pernikahan adalah kebosanan. Bosan dengan segala rutinitas yang itu-itu saja, monoton. Pernikahan yang datar-datar saja. Aneka konfliklah yang sebenarnya jadi bumbu dan warna dalam sebuah pernikahan. Walaupun saat kita mengalami konflik dalam rumah tangga, duh, rasanya pengin segera selesai masalah itu. Kapan ya, problem ini selesai? Enggak nyaman rasanya berlama-lama saling diam dalam satu rumah. Pengin deh kabur aja ... haha
Rasa bosan ini sebenarnya manusiawi dan wajar. Namun, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus segera dibicarakan dengan pasangan untuk mencari solusinya. Bosan bukan berarti sudah tak cinta lagi, ya. Padahal ada sebuah ungkpan populer bahwa suksesnya sebuah pernikahan adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama. :D
Kata seorang psikolog, rasa bosan ini tak akan menjadi masalah, selama pasangan suami istri masih memiliki komitmen yang sama. Segera bicarakan dengan pasangan, supaya kondisi ini tidak menjadi peluang terjadinya masalah yang lebih besar. Berlibur bersama, mengubah rutinitas, atau mencoba hal-hal baru bisa memberi angin segar pernikahan.
Terkadang sehari-hari kita disibukkan dengan rutinitas. Sebagai seorang ibu, kita sibuk dengan anak-anak dan aneka urusan rumah tangga. Sebagai seorang kepala keluarga, suami sibuk dengan pekerjaannya. Begitu dari waktu ke waktu. Liburan bersama keluarga atau pergi berdua saja dengan pasangan biasanya bisa me-refresh sebuah hubungan.
Mencoba hal-hal baru, seperti menekuni hobi kembali, berkumpul dengan teman-teman lama, masuk dalam sebuah komunitas positif, atau kegiatan menyenangkan lainnya bisa dicoba juga. Yang penting, komunikasikan hal ini dengan pasangan dan tidak kebablasan atau malah keasyikan beraktivitas bersama orang lain, sehingga lupa tujuan semula.
Begitulah ... Jadi kesimpulannya, bahwa pernikahan bukan hanya sekedar masalah cinta, tapi lebih kepada masalah proses pendewasaan dalam kehidupan. Dengan menikah, sudah seharusnya kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dengan menikah, ibadah kita menjadi lebih meningkat, kebaikan kita menjadi lebih berlipat. Insya Allah.
Bogor, 6 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar